Haditsdari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ada sepuluh macam fitrah, yaitu (1) memotong kumis, (2) Facebook Email atau telepon MembacaAl-Qur`an merupakan langkah pertama dalam berinteraksi dengan-Nya. Berikut ini adalah beberapa keutamaan membaca, mempelajari dan mengamalkan Al-Qur`an. 1. Manusia yang terbaik. Dari `Utsman bin `Affan, Nabi bersabda, "Sebaik-baik kalian yaitu orang yang mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya," (HR. Bukhari). INILAHsejarah anjuran menikah di bulan Syawal.Bermula dari Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam yang menikahi Aisyah Radhiyallahu anha. Simak kisah lengkapnya berikut ini. Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu 'anha merupakan salah satu perempuan paling beruntung yang dinikahi oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam, yakni setelah pernikahannya dengan Saudah binti Zam'ah Dalamhal ini, Islam memberi aturan bagi setiap wanita yang sudah mengalami haid. Aturannya sebagai berikut: 1. Wanita Haid Tidak Boleh Shalat أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ، وَلَمْ تَصُمْ فَذَلِكَ نُقْصَانُ دِينِهَا "Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa? Itulah kekurangan agama si wanita. SyaikhAl Albani mengatakan bahwa hadis ini sahih) Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Artinya: "Berbagai amalan dihadapkan (kepada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa." (HR Tirmidzi Nomor 747. Dalamshalat harus menghadap kiblat, menutup aurat, suci dari najis. Sedangkan dalam membaca al-Qur'an hal-hal tersebut tidak diwajibkan, bahkan di dalam hadits shahih disebutkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah meletakkan kepala beliau di pangkuan 'Aisyah Radhiyallahu 'anha, sedangkan 'Aisyah dalam keadaan haidh. HRBukhari no. 2697, Muslim no. 1718, Abu Dawud no. 4606 dan Ibnu Majah no. 14 dari hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha HR Ahmad, III/387; ad Darimi, I/115; dan Ibnu Abi 'Ashim dalam Kitabus Sunnah, no. 50, dari sahabat Jabir bin Abdillah. Dan lafazh ini milik Ahmad. Derajat hadits ini hasan, karena memiliki banyak jalur yang saling menguatkan. Agaribadah kita diterima Allah maka dalam melaksanakan salah satu ajaran islam ini, kita harus melaksanakannya sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam dan Rasulullah telah menyebutkan tata cara mandi haid dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha bahwa Asma' binti Syakal Radhiyallahu PengenalanAgama Islam ≡ Navigation. Home; About; Contact. Facebook; Twitter; Google+; Sitemap; Categories. Cat 1; Cat 2; Cat 3 Bukharidan Muslim). Hadits dari Aisyah ini menunjukkan bahwa Nabi Saw memerintahkan puasa Asyura saat masih menetap di Mekah atau sebelum bertemu orang-orang Yahudi di Madinah. Ibnu Hajar al-Asqalani di dalam kitab Fath al-Bari menjelaskan bahwa ketika di Mekah, Nabi Saw memang melaksanakan puasa Asyura bersama dengan orang-orang suku Quraisy. LGGE. السلام عليكم ورحمة الله وبركاتهالحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين Halaqah yang ke enam belas dari Silsilah Ilmiyyah Sirah Nabawiyah Adalah ”Faedah-Faedah Dari Hadits Aisyah Radhiyallāhu ’Anhā”. Diantara Faedah yang bisa kita ambil dari Hadīts Aisyah Radhiallahu Anha ❶ Pentingnya seorang muslim memiliki waktu berkholwah dengan Allāh ﷻ. Berkata Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah rahimahulla di dalam Majmu Fatawa لابد للعبد من أوقات ينفرد بها بنفسه في دعائه وذكره وصلاته وتفكره ومحاسبة نفسه وإصلاح قلبه… Haruslah seorang hamba memiliki waktu-waktu yang disitu dia menyendiri dengan dirinya didalam doa nya, dzikirnya, sholatnya, perenungannya, musahabah terhadap dirinya & memperbaiki hatinya. ❷ Hadīts diatas diatas menjelaskan bahwa surat al-Alaq ayat 1-5 adalah yang pertama turun kepada Nabi ﷺ & ini adalah pendapat jumhur ulama. ❸ Hadīts ini menunjukkan bahwasanya sebelum menjadi Nabi, beliau ﷺ sudah memiliki sifat² yang sangat mulia. ❹ Akhlak yang baik adalah sebab seorang selamat dari berbagai keburukan. ❺ Hadīts ini menunjukkan keutamaan Khadijah ketika beliau radiallahu anha berusaha menenangkan Nabi ﷺ dari ketakutan dengan cara menyebutkan kebaikan² & keutamaan² beliau, yg ini semua adalah sebab Allāh tidak akan menyia-nyiakan beliau ﷺ. ❻ Usaha Khadijah sebagai seorang istri untuk mengetahui hakikat dari kejadian yang menimpa Nabi ﷺ dengan mendatangi seorang yang berilmu yaitu Waroqoh supaya Nabi ﷺ semakin tenang menghadapi semua ini. ❼ Kedudukan ilmu Waroqoh bin Naufal tentang para Nabi sebelum Nabi Muhammad ﷺ. ❽ Bahwa dakwah memiliki tantangan & rintangan, sebagaimana dikabarkan oleh Waroqoh bin Naufal. ❾ Bahwa Khadijah adalah orang yang pertama kali beriman kepada Rasulullãh ﷺ dari kalangan wanita. Itulah yang bisa kita sampaikan pada Halaqah kali ini & sampai bertemu kembali pada Halaqah selanjutnya. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته Abdullāh RoyDi kota Pandeglang Seorang IT Profesional yang berpengalaman di bidang Troubleshooting, Networking dan Database Management. KISAH KETELADANAN IBUNDA AISYAH RADHIYALLAHU ANHASegala puji hanya untuk Allah Ta’ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah semata yang tidak ada sekutu bagiNya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusanNya. Amma ba’duBerikut ini adalah rangkaian dari kisah perjalanan hidup Ibunda kaum muslimin, istri Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam, yang beliau nikhai dirinya manakala baru berusia enam tahun, dan membangun rumah tangga dengannya ketika dirinya genap berusia sembilan shalallahu alaihi wa sallam mengabarkan pada kita semua, bahwa dirinya termasuk wanita yang paling dicintai olehnya, bahkan orang yang paling dicintai dari seluruh manusia, beliau tidak pernah menikah dengan seorang gadis kecuali Allah azza wa jalla telah menurunkan ayat khusus berkaitan dengan kesucian dirinya, yang mana ayat tersebut bisa terus dibaca sampai hari kiamat kelak. Dan tidak pernah turun wahyu dipangkuan seorang wanita dari istri-istri beliau melainkan dirinya, ada saat yang begitu memuliakan dirinya tatkala dirinya mengurusi Nabi shalallahu alaihi wa sallam disaat hidup, ketika sakit dan pada detik-detik terakhir kehidupan sakit, beliau sering bertanya dimana giliran saya sekarang, beliau meninggal sedang kepalanya berada dipangkuannya, bersandar diantara dada dan lehernya. Tidaklah Nabi meninggal melainkan beliau ridho dengan dirinya, dan beliau dimakamkan shidiqah binti shidiq, wanita nan suci Aisyah binti Abu Bakar Shidiq, Abdullah bin Abu Qufahah al-Quraiys at-Taimi, sedangkan ibunya bernama Ummu Ruman oleh Imam Bukhari dan Muslim, sebuah kisah yang menjelaskan tentang kedudukan Aisyah dimata Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam. Hadits tersebut dinukil dari Hisyam dari ayahnya yang menceritakan“Para sahabat biasa mengakhirkan untuk memberi hadiah pada saat gilirannya Aisyah. Hal tersebut menjadikan para madunya berkumpul pada ummu Salamah dan mengatakan padanya; Demi Allah, orang-orang lebih memilih ketika memberi hadiah pada harinya Aisyah, dan kami pun ingin mendapat kebaikan seperti yang diinginkan oleh Allah, coba kamu utarakan kepada Rasulallah supaya orang-orang juga memberi hadiah pada giliran istri yang Ummu Salamah mengutarakan keinginan istri-istri Nabi kepada beliau. Akan tetapi, beliau tidak mengomentari. Tatkala tiba pada gilirannya, Ummu Salamah mencoba mengutarakan kembali hal tersebut, namun beliau justru berpaling tidak mengomentarinya, manakala pada tiga kalinya ia mengutarakan hal itu, Nabi shalallahu alaihi wa sallam menjawabقال رسول الله صلى الله عليه وسلم يَا أُمَّ سَلَمَةَ لَا تُؤْذِينِي فِي عَائِشَةَ فَإِنَّهُ وَاللَّهِ مَا نَزَلَ عَلَيَّ الْوَحْيُ وَأَنَا فِي لِحَافِ امْرَأَةٍ مِنْكُنَّ غَيْرِهَا » [أخرجه البخاري و مسلم]“Wahai Ummu Salamah, jangan engkau ganggu aku tentang Aisyah, sungguh demi Allah, tidak pernah wahyu itu turun sedang aku berada dipangkuan seseorang wanita diantara kalian kecuali dirinya“. HR Bukhari no 3775. Muslim no Dzahabi menyebutkan “Ayahnya membawa Aisyah ikut serta berhijrah, dan menikah bersama Nabi shalallahu alaihi wa sallam sebelum peristiwa hijrah tersebut setelah kematian shidiqah Khadijah binti Khuwailid. Tepatnya sebelum hijrah kurang lebih belasan bulan sebelumnya. Ada yang mengatakan dua tahun Rasulallah membangun rumah tangga bersamanya pada bulan syawal, dua tahun setelah terjadinya peperangan Badar. Sedangkan dia ketika itu berusia Sembilan tahun. Dan tidak diketahui ada pada umat Muhammad shalallahu alaihi wa sallam, bahkan bisa dikatakan pada seluruh wanita dikalangan umatnya ada seorang wanita yang lebih fakih dari pada dirinya. Dia adalah istri Nabi ketika didunia dan akhirat nanti, lantas, apakah ada suatu hal yang lebih membanggakan dari ini semua?.[1]Dalam sebuah hadits, Aisyah menceritakan tentang proses perkawinannya bersama Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam. Beliau mengkisahkan تَزَوَّجَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا بِنْتُ سِتِّ سِنِينَ فَقَدِمْنَا الْمَدِينَةَ فَنَزَلْنَا فِي بَنِي الْحَارِثِ بْنِ خَزْرَجٍ فَوُعِكْتُ فَتَمَرَّقَ شَعَرِي فَوَفَى جُمَيْمَةً فَأَتَتْنِي أُمِّي أُمُّ رُومَانَ وَإِنِّي لَفِي أُرْجُوحَةٍ وَمَعِي صَوَاحِبُ لِي فَصَرَخَتْ بِي فَأَتَيْتُهَا لَا أَدْرِي مَا تُرِيدُ بِي فَأَخَذَتْ بِيَدِي حَتَّى أَوْقَفَتْنِي عَلَى بَابِ الدَّارِ وَإِنِّي لَأُنْهِجُ حَتَّى سَكَنَ بَعْضُ نَفَسِي ثُمَّ أَخَذَتْ شَيْئًا مِنْ مَاءٍ فَمَسَحَتْ بِهِ وَجْهِي وَرَأْسِي ثُمَّ أَدْخَلَتْنِي الدَّارَ فَإِذَا نِسْوَةٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فِي الْبَيْتِ فَقُلْنَ عَلَى الْخَيْرِ وَالْبَرَكَةِ وَعَلَى خَيْرِ طَائِرٍ فَأَسْلَمَتْنِي إِلَيْهِنَّ فَأَصْلَحْنَ مِنْ شَأْنِي فَلَمْ يَرُعْنِي إِلَّا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضُحًى فَأَسْلَمَتْنِي إِلَيْهِ وَأَنَا يَوْمَئِذٍ بِنْتُ تِسْعِ سِنِينَ » [أخرجه البخاري و مسلم]“Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam menikahiku saat aku berusia enam tahun, kemudian kami hijrah ke Madinah. Lalu singgah tinggal di tempatnya kaum Bani Harits bin Khazraj. Disana aku mencukur rambutku, setelah itu ibuku Ummu Ruman mendatangiku, sedangkan diriku pada saat itu lagi bermain-main bersama teman sebayaku. Beliau berteriak memanggilku, aku pun mendatanginya, saya tidak tahu apa yang diinginkan oleh ibuku, beliau lantas menggandeng tangan saya hingga sampai didepan pintu rumah, sampai nafasku tersengal karena cepatnya dalam berjalan, sampai akhirnya sedikit tenang. Setelah itu ibuku menggambil sedikit air, lalu mengusap wajah dan rambutku, kemudian membawaku masuk ke dalam rumah. Ketika masuk, ternyata didalam sudah banyak wanita dari kalangan Anshar didalam rumah, ketika melihatku mereka mengatakan Kebaikan untukmu, semoga selalu dalam barokah dan kebahagian’. Selanjutnya aku diserahkan pada mereka oleh ibuku, yang kemudian aku didandani, dan tidaklah aku dipertemukan bersama Rasulallah melainkan pada waktu dhuha. Kemudian mereka menyerahkan diriku pada beliau, sedangkan diriku pada saat itu berusia Sembilan tahun“. HR Bukhari no 3894. Muslim no keutamaan beliau yang lain, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam shahihnya, dari haditsnya Aisyah radhiyallahu anha, beliau menceritakan Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam pernah berkata padakuقال رسول الله صلى الله عليه وسلم أُرِيتُكِ فِى الْمَنَامِ ثَلاَثَ لَيَالٍ جَاءَنِى بِكِ الْمَلَكُ فِى سَرَقَةٍ مِنْ حَرِيرٍ فَيَقُولُ هَذِهِ امْرَأَتُكَ. فَأَكْشِفُ عَنْ وَجْهِكِ فَإِذَا أَنْتِ هِىَ فَأَقُولُ إِنْ يَكُ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ يُمْضِهِ » [أخرجه البخاري و مسلم]“Diperlihatkan dirimu selama tiga malam berturut-turut dalam mimpiku, malaikat mendatangiku sambil membawamu dalam kain sutera. Lalu ia mengatakan Ini adalah calon istrimu’, maka aku buka penutup diwajahnya dan ternyata itu adalah dirimu. Sehingga aku berkata Kalau sekiranya mimpi ini datang dari sisi Allah, pasti akan benar terjadi“. HR Bukhari no 5125. Muslim no redaksi Imam Tirmidzi, disebutkan “Malaikat tersebut mengatakan Ini adalah istrimu di dunia dan akhirat“. HR at-Tirmidzi no Bukhari dan Muslim juga membawakan sebuah hadits yang menunjukan tentang kedudukan beliau, dari Amr bin Ash radhiyallahu anhu, beliau termasuk sahabat yang masuk Islam pada tahun ke delapan Hijriyah, dirinya pernah bertanya Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam “Siapakah orang yang paling engkau cintai? Beliau mengatakan “Aisyah”. Aku bertanya kembali “Dari kalangan laki-laki? Beliau menjawab “Ayahnya“. HR Bukhari no 3662. Muslim no Dzahabi pernah menyatakan “Hadits ini merupakan berita yang benar, yang menghancurkan muka orang-orang syiah Rafidhoh, dimana Nabi shalallahu alaihi wa sallam tidaklah mencintai seseorang melainkan karena kebaikannya. Yang mana beliau pernah bersabdaقال رسول الله صلى الله عليه وسلم لَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلاً مِنْ أُمَّتِى لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ وَلَكِنْ أُخُوَّةُ الْإِسْلَامِ ومودته » [أخرجه البخاري و مسلم]“Kalau sekiranya aku boleh mengambil kekasih dari kalangan umatku, tentulah aku menjadikan Abu Bakar sebagai kekasihku. Akan tetapi, yang ada adalah persaudaraan Islam serta kasih sayang“. HR Bukhari no 466. Muslim no melanjutkan “Nabi mencintai manusia terbaik dari kalangan umatnya, demikian pula mencintai wanita terbaik dari kalangan umatnya. Maka barangsiapa yang membenci orang yang dicintai oleh Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam, ketahuilah bahwa dirinya telah menjadi orang yang amat membenci Allah dan RasulNya. Karena kecintaan Rasulallah kepada Aisyah adalah perkara yang sudah sangat gamblang, bukankah kalian mendengar bagaimana para sahabat lebih memilih untuk memberi hadiah kepada Rasulallah pada saat gilirannya Aisyah, hal itu tidak lain, karena mereka mengharap hal tersebut lebih menyenangkannya”.[2]Dalam sebuah hadits yang menunjukan tentang keutamaan dirinya, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa radhiyallahu anhu, dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam beliau bersabdaقال رسول الله صلى الله عليه وسلم كَمَلَ مِنْ الرِّجَالِ كَثِيرٌ وَلَمْ يَكْمُلْ مِنْ النِّسَاءِ إِلَّا آسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ وَمَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ وَإِنَّ فَضْلَ عَائِشَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ » [أخرجه البخاري و مسلم]“Laki-laki yang sempurna itu sangatlah banyak, dan dari kalangan wanita, tidak ada yang sempurna kecuali Maryam puterinya Imran, Asiyah istrinya Fir’aun, dan kelebihan Aisyah dibanding wanita yang lain adalah seperti garam pada semua makanan“. HR Bukhari no 3769. Muslim no sebuah riwayat, Aisyah pernah mengatakanمَا غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيجَةَ مِنْ كَثْرَةِ ذِكْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِيَّاهَا [أخرجه البخاري و مسلم]“Tidak pernah aku merasa cemburu atas maduku yang lain melebihi kecemburuanku pada Khadijah, disebabkan terlalu seringnya Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam menyebut dirinya“. HR Bukhari no 3817. Muslim no mengomentari hadits diatas seraya mengatakan “Ini merupakan perkara yang sangat mengherankan bagaimana Aisyah bisa cemburu kepada perempuan tua yang sudah meninggal sebelum dirinya dinikahi oleh Nabi shalallahu alaihi wa sallam beberapa waktu lamanya. Kemudian dirinya di jaga oleh Allah ta’ala dari rasa cemburu terhadap wanita lainnya yang bersama-sama menjadi istri Nabi shalallahu alaihi wa sallam. Ini menunjukan rahmat yang Allah turunkan kepadanya, juga pada Nabi shalallahu alaihi wa sallam, supaya kehidupan rumah tangga keduanya tidak kemungkinan lain, dirinya merasa cemburu lebih sedikit pada yang lain dan tidak pada Khadijah karena disebabkan kecintaanya Nabi shalallahu alaihi wa sallam atas Khadijah. semoga Allah meridhoinya dan meridhoi Aisyah”.[3]Allah ta’ala telah menurunkan dalam al-Qur’an yang terus bisa dibaca sampai hari kiamat tentang kesuciannya. Dan ini berawal dari kisah dusta yang dibuat oleh orang-orang munafik. Berkata Ibnu Hajar al-Haitsami –setelah membawakan hadits yang menjelaskan kisah berita dusta tersebut- beliau mengatakan “Dari hadits ini diketahui bahwa siapa saja yang menuduh Aisyah telah berbuat zina maka dirinya telah kafir. Sebagaimana hal tersebut sudah dinyatakan secara gamblang oleh para ulama kita serta yang lainnya. Karena hal tersebut sama dengan mendustakan nash al-Qur’an, sedangkan orang yang mendustakannya adalah kafir menurut kesepakatan kaum hadits ini juga menunjukan kafirnya kebanyakan orang-orang Rafidhah dikarenakan mereka menuduh Aisyah telah berbuat zina, semoga Allah membinasakan mereka dimanapun mereka berada”. [4]Sedangkan Syaikh Muhammad bin Sulaiman at-Tamimi mengatakan, seraya menukil ucapannya sebagian ahli bait “Adapun tuduhan mereka pada Aisyah seperti yang mereka lakukan sekarang maka itu perbuatan kafir, yang mengeluarkanya dari agama. Dan tidak cukup hanya dicambuk dalam hukumannya, karena dirinya secara tidak langsung telah mendustakan lebih dari tujuh belas ayat dari al-Qur’an –sebagaimana telah lewat yang paling pantas, hukuman bagi orang yang menuduh Ibunda kaum mukminin, yang suci, istri Rasulallah didunia dan akhirat berbuat zina adalah di bunuh karena dirinya telah murtad, sebagaimana telah shahih dalilnya akan hal tersebut. dan dia termasuk dalam barisannya tokoh munafik tulen Abdullah bin Ubay bin Salul, gembongnya orang-orang munafik”.[5]Adalah Nabi shalallahu alaihi wa sallam begitu mencintai Aisyah dan beliau tidaklah mencintainya melainkan karena kebaikannya. Sebagaimana yang tersirat dalam firman Allah ta’alaوَٱلطَّيِّبَٰتُ لِلطَّيِّبِينَ وَٱلطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَٰتِۚ “Dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula”. [an-Nuur/24 26].Dimana dirinya telah meraih kemulian dalam mengurusi Nabi shalallah alaihi wa sallam disaat sakit dan pada detik-detik akhir kehidupannya. Hal tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad, dari haditsnya Aisyah radhiyallah anha. Beliau menceritakan“Rasulallah shalallah alaihi wa sallam meninggal didalam rumah dan pada saat giliranku, beliau meninggal diatas dada dan hari itu, Abdurahman bin Abu Bakar masuk ke rumahku, sedang bersamanya ada siwak yang masih basah, maka Nabi memandangi terus pada siwak tersebut, sehingga aku berpikir beliau aku berinisiatif memintanya dari saudaraku Abdurahman, lalu aku gigit kemudian aku haluskan sampai rapi setelah itu aku kasihkan kepada beliau, selanjutnya beliau bersiwak yang belum pernah aku melihat beliau bersiwak dengan cara sebaik pada saat itu, kemudian beliau memberikan siwak tersebut padaku, namun keburu jatuh aku pegangi beliau, lalu aku berdo’a kepada Allah azza wa jalla dengan do’a yang biasa dibacakan Jibril alihi sallam pada saat beliau sakit, begitu pula do’a tersebut biasa beliau bacakan untuk dirinya disaat sakit, namun pada sakitnya ini beliau belum berdo’a dengan do’a beliau mengangkat pandangannya ke arah langit lalu mengatakan Ditempat yang tinggi, di tempat yang tinggi’. Maksudnya beliau memilih tempat untuk puji bagi Allah yang telah menyatukan antara air lidahku dan air lidahnya didetik-detik terakhir disaat dirinya menuntaskan hari-harinya didunia”. HR Ahmad 40/261-262 no Hasan bin Tsabit radhiyallah anhu memuji Aisyah didalam bait sya’irnyaKesucian menjadi pakaiannya, tidak ada keraguan lagi Cukuplah itu sebagai bukti akan kehormatannyaDirinya lebih dermawan dari Lu’ay bin Ghalib Kedermawananya membawa pada kemulian Suci, dimana Allah telah mensucikan kepribadiannya Membersihkan dari tiap kejelekan dan kedustaanJika dirimu telah berkata seperti yang disangka sekelompok kaum Maka diriku tidak akan mempercayainyaBagimana tidak tergerak untuk diriku Membela keluarga Rasul, tempat merujuk segala soalDan Aisyah radhiyallah anha termasuk orang yang paling paham tentang silsilah arab, bait-bait syair mereka, serta seorang yang fakih, dimana banyak dari kalangan para pembesar sahabat yang mengembalikan sebuah permasalahan untuk dimintai Imam az-Zuhari “Kalau seandainya dikumpulkan seluruh ilmu manusia dan istri-istri Nabi yang lainnya, tentu ilmunya Aisyah lebih luas dibanding ilmunya mereka semua”.Beliau juga sangat mahir tentang ilmu kedokteran, disebutkan oleh Hisyam bin Urwah “Belum pernah aku melihat orang yang lebih paham tentang ilmu kedokteran melebihi Aisyah. Sehingga pada suatu hari aku bertanya padanya Duhai bibiku, dari mana engkau belajar ilmu kedokteran? Beliau menjawab “Saya mendengar dari orang lain yang seringkali mensifati jenis obat dan penyakit lalu aku menghafalnya”.Beliau termasuk orang yang paling dermawan pada zamannya, didalam kisah yang menjelaskan akan tersebut sangatlah banyak. Pernah suatu ketika dirinya diberi hadiah oleh Mu’awiyah radhiyallahu anhu uang sebanyak seribu dirham, maka tidaklah sampai matahari tenggelam pada hari itu juga melainkan uang tersebut telah habis dibagi-bagikan untuk orang yang membutuhkannya.[6]Dirinya adalah contoh nyata dalam masalah tawadhu. Dijelaskan dalam sebuah hadits sebagaimana yang dibawakan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Abu Mulaikah, beliau mengkisahkan“Bahwa pada suatu hari Ibnu Abbas meminta izin untuk masuk menemui Aisyah disaat sakit keras. Dia bergumam Aku khawatir dia Ibnu Abbas akan memujiku’. Maka ada yang mengatakan padanya Ibnu Abbas adalah anak dari paman Rasulallah shalallahu alaihi wa sallam, dan termasuk orang yang mempunyai kedudukan dihati kaum muslimin’. Baru setelah itu Aisyah berkata biarkan dirinya keduanya bertemu, Ibnu Abbas bertanya Bagaimana keadaanmu? Baik jika sekiranya aku bertakwa, jawab Aisyah. Engkau akan selalu dalam kebaikan insya Allah, istri Rasulallah, yang belum pernah sebelumnya beliau menikahi seorang gadis melainkan dirimu, dan telah turun udzur yang menyatakan kesucianmu dari atas langit’. Kata Ibnu Abbas panjang lebar keluar, masuklah Ibnu Zubair, maka Aisyah berkata padanya Ibnu Abbas barusan masuk dan memujiku yang aku berharap sekiranya aku menjadi orang yang dilupakan saja”. HR Bukhari no meninggal, beliau dimakamkan di Baqi’ pada tahun lima puluh tujuh Hijriyah tepatnya pada malam tujuh belas pertengahan bulan Ramadhan sesusai sholat witir. Dirinya berpesan agar dikubur pada malam hari itu juga, serta berwasiat supaya Abdullah bin Zubair anak lelaki dari saudara perempuannya, Asma yang mengurusi pemakamannya bersama saudara-saudaranya di Baqi’. Dan yang turun ke kuburnya pada saat itu ialah anak saudara perempuannya Abdullah dan Urwah bin Zubair, serta Abdullah keponakan dari saudara lelakinya Muhammad dan Abdullah keponakan dari anak saudara lelakinya yang mengimami sholat jenazahnya adalah Abu Hurairah yang menjadi gubernur Madinah pada waktu itu untuk khalifah Marwan bin Hakam. Sedangkan usainya pada saat itu adalah enam puluh tiga tahun lebih berapa Allah meridhoi Ibunda kaum mukminin Aisyah, serta memberi balasan atas jasanya terhadap Islam dan kaum muslimin sebaik-baik kita panjatkan segala puji bagi Allah rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga Allah curahkan kepada Nabi kita Muhammad, pada keluarga beliau serta seluruh para sahabat.[Disalin dari فضائل أم المؤمنين عائشة رضي الله عنها Penulis Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, PenerjemahAbu Umamah Arif Hidayatullah Editor Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. 2013 – 1434] ______ Footnote [1] Siyar alamu Nubala 2/135-140. [2] Siyar A’lamu Nubala 2/142. [3] Siyar a’lamu Nubala 2/165. [4] ash-Shawa’iqil Muhraqah karya Ibnu Hajar al-Haitami 1/193. [5] Risalah fii Ra’d ala Rafidhah oleh Syaikh Muhammad at-Tamimi hal 24-25. [6] Siyar a’lamu Nubala 2/185-187. Home /B2. Topik Bahasan8 Kisah.../Kisah Keteladanan Ibunda Aisyah... Teks Jawaban yang dimaksud dalam pertanyaan di atas adalah apa yang diriwayatkan oleh Aisyah bahwa ia berkata لَمَّا كَانَتْ لَيْلَتِي الَّتِي كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهَا عِنْدِي ، انْقَلَبَ فَوَضَعَ رِدَاءَهُ ، وَخَلَعَ نَعْلَيْهِ ، فَوَضَعَهُمَا عِنْدَ رِجْلَيْهِ ، وَبَسَطَ طَرَفَ إِزَارِهِ عَلَى فِرَاشِهِ ، فَاضْطَجَعَ ، فَلَمْ يَلْبَثْ إِلَّا رَيْثَمَا ظَنَّ أَنْ قَدْ رَقَدْتُ ، فَأَخَذَ رِدَاءَهُ رُوَيْدًا ، وَانْتَعَلَ رُوَيْدًا ، وَفَتَحَ الْبَابَ فَخَرَجَ ، ثُمَّ أَجَافَهُ رُوَيْدًا ، فَجَعَلْتُ دِرْعِي فِي رَأْسِي ، وَاخْتَمَرْتُ ، وَتَقَنَّعْتُ إِزَارِي ، ثُمَّ انْطَلَقْتُ عَلَى إِثْرِهِ ، حَتَّى جَاءَ الْبَقِيعَ فَقَامَ ، فَأَطَالَ الْقِيَامَ ، ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ، ثُمَّ انْحَرَفَ فَانْحَرَفْتُ ، فَأَسْرَعَ فَأَسْرَعْتُ ، فَهَرْوَلَ فَهَرْوَلْتُ ، فَأَحْضَرَ – أي ركض - فَأَحْضَرْتُ ، فَسَبَقْتُهُ فَدَخَلْتُ ، فَلَيْسَ إِلَّا أَنِ اضْطَجَعْتُ ، فَدَخَلَ ، فَقَالَ مَا لَكِ يَا عَائِشُ ، حَشْيَا رَابِيَةً ؟ - الحشا التهيج الذي يعرض للمسرع في مشيه بسبب ارتفاع النفس ، رابية مرتفعة البطن - قَالَتْ قُلْتُ لَا شَيْءَ . قَالَ لَتُخْبِرِينِي أَوْ لَيُخْبِرَنِّي اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ . قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ ، بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي ، فَأَخْبَرْتُهُ . قَالَ فَأَنْتِ السَّوَادُ الَّذِي رَأَيْتُ أَمَامِي ؟ قُلْتُ نَعَمْ . فَلَهَدَنِي فِي صَدْرِي لَهْدَةً أَوْجَعَتْنِي ، ثُمَّ قَالَ أَظَنَنْتِ أَنْ يَحِيفَ اللهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ ؟ - أي هل ظننت أني أظلمك بالذهاب إلى زوجاتي الأخرى في ليلتك - قَالَتْ مَهْمَا يَكْتُمِ النَّاسُ يَعْلَمْهُ اللهُ ، نَعَمْ ، قَالَ فَإِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِي حِينَ رَأَيْتِ ، فَنَادَانِي ، فَأَخْفَاهُ مِنْكِ ، فَأَجَبْتُهُ ، فَأَخْفَيْتُهُ مِنْكِ ، وَلَمْ يَكُنْ يَدْخُلُ عَلَيْكِ وَقَدْ وَضَعْتِ ثِيَابَكِ ، وَظَنَنْتُ أَنْ قَدْ رَقَدْتِ ، فَكَرِهْتُ أَنْ أُوقِظَكِ ، وَخَشِيتُ أَنْ تَسْتَوْحِشِي ، فَقَالَ إِنَّ رَبَّكَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَأْتِيَ أَهْلَ الْبَقِيعِ فَتَسْتَغْفِرَ لَهُمْ . قَالَتْ قُلْتُ كَيْفَ أَقُولُ لَهُمْ يَا رَسُولَ اللهِ ؟ قَالَ قُولِي السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ ، وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ رواه مسلم 974 “Pada saat giliran hari Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- bermalam di rumahku, beliau datang dengan menaruh selendangnya dan melepas sandalnya, beliau meletakkan keduanya di dekat kaki beliau, dan membentangkan kainnya di atas tempat tidurnya, seraya beliau merebah, beliau mengira saya sudah tertidur, sesaat setelah itu beliau mengambil kembali selendang dan memakai kedua sandalnya, lalu membuka pintu dan keluar, saya memakai baju saya dan memakai hijab saya dan saya memakai kain saya, kemudian saya mengejar beliau, sesampainya beliau di Baqi’ beliau berdiri dalam waktu lama, kemudian beliau mengangkat kedua tangannya tiga kali, kemudian beliau belok saya juga ikut belok, beliau berjalan cepat, saya pun demikian, beliau lari-lari kecil, saya juga melakukannya, beliau menghentakkan kaki, saya pun ikut melakukannya. Saya mendahului beliau dan masuk rumah langsung tidur, baru beliau masuk dan bersabda “Ada apa denganmu wahai Aisyah ?, kenapa terburu-buru sampai nafasmu tersengal-sengal ?, ia menjawab “Tidak ada apa-apa”. Beliau bersabda “Kamu akan memberitahukan yang sebenarnya atau saya akan diberitau oleh Yang Maha Lembut dan Maha Mengetahui ?!”. Ia berkata “Wahai Rasulullah, demi Alloh, saya akan memberitahukan yang sebenarnya. Beliau bersabda “Apakah kamu adalah sesuatu yang hitam yang saya lihat di depan saya ?”. Saya menjawab “Ya, maka beliau mendorong dada saya dengan dorongan yang menyakitkan, lalu bersabda “Apakah kamu mengira bahwa Alloh dan Rasul-Nya akan berlaku dzalim kepadamu ?, maksudnya “Apakah kamu mengira saya akan mendzalimimu untuk pergi ke rumah istri-istri saya yang lain pada malam giliranmu ?”, ia menjawab “Meskipun semua orang menyembunyikan hal itu, Alloh Maha Mengetahui ?, ya beliau bersabda “Sungguh Jibril telah mendatangiku ketika dia melihatmu sedang tertidur, dia memanggilku, dia menyembunyikannya darimu, saya memenuhi panggilannya dan saya pun menyembunyikannya darimu, dia tidak mau masuk rumah mu pada saat kamu sudah melepaskan baju luar mu, saya juga telah mengira bahwa kamu sudah tertidur, saya tidak mau membangunkanmu, saya hawatir kamu akan marah ?, maka malaikat Jibril berkata “Sesungguhnya Tuhanmu menyuruhmu untuk mendatangi kuburan Baqi’ dan memohonkan ampun bagi mereka kepada Alloh”. Saya berkata “Apa yang harus saya katakan kepada mereka ?”, beliau bersabda “Ucapkanlah “Keselamatan bagi penduduk pemukiman kuburan ini bagi mereka kaum mukminin dan muslimin, semoga Alloh memberikan rahmat kepada para pendahulu kita dan kepada mereka yang akan datang, dan sungguh kami akan menyusul kalian semua”. HR. Muslim 974 Penjelasan dari syubhat yang tertera dalam pertanyaan di atas bisa beberapa hal, di antaranya adalah Pertama Perkataan Aisyah –radhiyallahu anha- فَلَهَدَنِي فِي صَدْرِي لَهْدَةً أَوْجَعَتْنِي “Maka beliau telah mendorong dada saya dengan dorongan yang menjadikan saya merasa kesakitan”. Menunjukkan bahwa perbuatan tersebut dilakukan dari beliau –shallallahu alaihi wa sallam-, dan hanya “al Lahd” yang berarti dorongan di dada atau “Al Lakzu” mendorong dengan tangan mengepal, namun hal itu tidak sampai kepada pukulan sebenarnya dengan tujuan untuk menyakiti atau menjadikannya hina, bahkan disebutkan di dalam Lisan Al Arabi 3/393 bahwa di antara makna “al Lahd” adalah “al Ghomzu” menunjuk dengan tangan, dan di dalam Taajul Aruusy 9/145 bahwa di antara makna “Al Lahd” adalah “adh Dhoghtu” tekanan. Abu Ubaid al Qosim bin Salam –rahimahullah- telah berkata “لَهَدتُّ الرجل ألهده لهداapabila dia telah mendorongnya”.Gharib al Hadits 4/260 Ibnu Faris –rahimahullah- berkata “لهدت الرجل adalah saya telah mendorongnya”. Mujmal al Lughah 796 Ibnul Atsir –rahimahullah- berkata “Al Lahdu adalah dorongan kuat di dada”. An Nihayah 4/281 Semua makna di atas adalah sinonim satu sama lain yang berarti menunjukkan bahwa Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- tidak memukulnya seperti yang diinginkan oleh mereka yang ingin menghina beliau, akan tetapi beliau menunjuknya dengan tangan, mendorongnya di dadanya hingga ia merasakan sakit, akan tetapi rasa sakit yang ringan yang tidak disengaja, tujuannya sebagai peringatan dan pembelajaran. Kedua Kalau saja pembaca hadits di atas membacanya dengan berlahan-lahan, maka pasti ia akan mengetahui bahwa hadits tersebut menjadi salah satu dalil akan keagungan akhlak Nabi –shallallahu alaihi wa sallam-, sebagai seorang laki-laki yang hidup bersama istrinya dalam beberapa tahun lamanya, sementara ada beberapa perilaku istrinya yang kurang baik karena rasa cemburu yang menjadi sifat bawaan setiap wanita, kemudian juga tidak diketahui bahwa beliau –shallallahu alaihi wa sallam- yang memulai menyakitinya dengan perkataan atau perbuatan kecuali apa mereka klaimkan kekerasan rumah tangga itu ada pada hadits di atas, meskipun banyaknya para perawi yang meriwayatkan tentang semua rincian kehidupan beliau –shallallahu alaihi wa sallam-, semua itu menjadi dalil akan kesempurnaan beliau –shallallahu alaihi wa sallam-. Adapun mereka orang-orang yang dengki, para pencela mereka mencari-cari kalau saja beliau –shallallahu alaihi wa sallam- telah memukul istrinya dengan pukulan yang parah, atau minimal pukulan yang menyakitkan sebagai kekerasan dan penghinaan, akan tetapi mereka gagal dan tidak berhasil menemukan, tujuan mereka pada hadits di atas adalah perkataan Aisyah –radhiyallahu anha- berkata فَلَهَدَنِي فِي صَدْرِي لَهْدَةً أَوْجَعَتْنِي “Maka beliau mendorong dada saya dengan dorongan yang menyakitkan”. Barang siapa yang ingin memukul dan menghinakannya tentu tidak hanya dengan dorongan di dadanya, akan tetapi menggunakan semua kekuatannya pada semua sisi tubuh dan wajahnya, dan akan meninggalkan bekas penganiayaan pada tubuh yang dipukulinya, dan kami tidak menemukan semua itu pada hadits Aisyah –radhiyallahu anha-. Ketiga Hadits ini menunjukkan akan kesempurnaan akhlak Nabi –shallallahu alaihi wa sallam-, kasih sayang beliau, kelembutan hati beliau –alaihis shalatu was salam-; karena beliau tidak berlaku keras, tidak memukul dan tidak menghina, akan tetapi beliau menyalahkan dengan cara yang lembut tujuannya untuk memberikan pelajaran kepada Aisyah –radhiyallahu anha- dan semua umat Islam setelahnya. Sungguh Alloh dan Rasul-Nya tidak berlaku dzalim kepada siapapun, dan bahwa tidak boleh bagi seseorang untuk bersuudzon kepada Alloh dan Rasul-Nya, bahkan menjadi kewajiban seseorang untuk berhusnudzon kepada Alloh dan ridho dengan semua pembagian Alloh –azza wa jalla-, bahwa dorongan/tepukan tersebut menjadi salah satu metode pendidikan dan pengajaran dan peringatan kepada perkara besar dan penting agar tidak terlupakan oleh Aisyah, meskipun ada rasa cemburu kepada Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- dan rasa cintanya kepada beliau, maka Nabiyullah –shallallahu alaihi wa sallam- bukanlah tempat yang diperkirakan akan mendzalimi seorang istri demi para istrinya yang lain, tidak mungkin hal itu dilakukan oleh beliau –shallallahu alaihi wa sallam-. Keempat Yang menunjukkan bahwa dorongan beliau bukan termasuk pukulan yang menyakitkan, akan tetapi untuk pengajaran dan peringatan, percakapan yang lengkap antara Nabi –sahallallahu alaihi wa sallam- dan istrinya Aisyah adalah percakapan yang bermanfaat dan sejuk yang menunjukkan kasih sayang seorang mu’allim dan murabbi –shallallahu alaihi wa sallam-, karena beliau menjelaskan sebabnya keluar rumah pada waktu yang larut malam, beliau –shallallahu alaihi wa sallam- membuka pintu pelan-pelan pada saat keluar rumah dengan tanpa suara agar tidak sampai membangunkan istrinya, penjelasan dan permintaan maaf tersebut dilakukan tanpa rasa marah apalagi sengaja menyakiti, namun berasal dari seorang suami yang mulia, pengasih dan penyayang, menghormati istrinya, menjelaskan alasannya, menjelaskan dengan rinci apa yang sebenarnya terjadi, agar dia juga ikut menyimak ceritanya, hingga tercipta di dalam dirinya rasa kepercayaan kepada suaminya yang ikhlas dan jujur. A’isyah berkata مَهْمَا يَكْتُمِ النَّاسُ يَعْلَمْهُ اللهُ ، نَعَمْ ، قَالَ فَإِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِي حِينَ رَأَيْتِ ، فَنَادَانِي ، فَأَخْفَاهُ مِنْكِ ، فَأَجَبْتُهُ ، فَأَخْفَيْتُهُ مِنْكِ ، وَلَمْ يَكُنْ يَدْخُلُ عَلَيْكِ وَقَدْ وَضَعْتِ ثِيَابَكِ ، وَظَنَنْتُ أَنْ قَدْ رَقَدْتِ ، فَكَرِهْتُ أَنْ أُوقِظَكِ ، وَخَشِيتُ أَنْ تَسْتَوْحِشِي ، فَقَالَ إِنَّ رَبَّكَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَأْتِيَ أَهْلَ الْبَقِيعِ فَتَسْتَغْفِرَ لَهُمْ . قَالَتْ قُلْتُ كَيْفَ أَقُولُ لَهُمْ يَا رَسُولَ اللهِ ؟ قَالَ قُولِي السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ ، وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ . ““Meskipun semua orang menyembunyikan hal itu, Alloh Maha Mengetahui ?, ya beliau bersabda “Sungguh Jibril telah mendatangiku ketika dia melihatmu, dia memanggilku, dia menyembunyikannya darimu, saya memenuhi panggilannya dan saya pun menyembunyikannya darimu, dia mau masuk rumah mu pada saat kamu sudah melepaskan bajumu, saya juga telah mengira bahwa kamu sudah tidur, saya tidak mau membangunkanmu, saya hawatir kamu akan marah ?, maka malaikat Jibril berkata “Sesungguhnya Tuhanmu menyuruhmu untuk mendatangi kuburan Baqi’ dan memohonkan ampun bagi mereka kepada Alloh”. Saya berkata “Apa yang harus saya katakan kepada mereka ?”, beliau bersabda “Ucapkanlah “Keselamatan bagi penduduk pemukiman kuburan ini bagi mereka kaum mukminin dan muslimin, semoga Alloh memberikan rahmat kepada para pendahulu kita dan kepada mereka yang akan datang, dan sungguh kami akan menyusul kalian semua”. Seorang yang jujur dan ikhlas akan memikirkan untuk mencari kebenaran, keadaan seorang suami yang mempunyai urusan penting pada saat ia tidur diranjang dengan istrinya pada malam hari, kemudian beliau ingin keluar rumah namun tidak mau membangunkannya dari tidurnya karena hawatir akan mengganggu tidurnya, beliau juga enggan jika ia bangun akan marah, dan merasa hawatir akan kehilangan suaminya yang berada di sisinya secara tiba-tiba. Kelima Kalau kami sebutkan semua hadits-hadits yang menunjukkan kesantunan beliau –shallallahu alaihi wa sallam- kepada para istri beliau maka bisa jadi sampai berlembar-lembar, karena beliau memang sosok yang penyantun, penyayang pada kondisi-kondisi tertentu yang kalau dihadapi oleh seorang suami biasa sudah bisa dipastikan tidak mampu menahan ketenangan dirinya, kecuali beliau yang mempunyai akhlak yang agung –shallallahu alaihi wa sallam- yang menghiasi dirinya dengan sifat sabar dan santun, bahkan menahan semua hal yang akan menyakiti istrinya. Di antaranya adalah yang sebagaimana diriwayatkan oleh Ummu Salamah –radhiyallahu anha- أَنَّهَا أَتَتْ بِطَعَامٍ فِي صَحْفَةٍ لَهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابِهِ ، فَجَاءَتْ عَائِشَةُ مُتَّزِرَةً بِكِسَاءٍ ، وَمَعَهَا فِهْرٌ – وهو حجر ملء الكف -، فَفَلَقَتْ بِهِ الصَّحْفَةَ ، فَجَمَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ فِلْقَتَيْ الصَّحْفَةِ ، وَيَقُولُ كُلُوا ، غَارَتْ أُمُّكُمْ . مَرَّتَيْنِ ، ثُمَّ أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَحْفَةَ عَائِشَةَ ، فَبَعَثَ بِهَا إِلَى أُمِّ سَلَمَةَ ، وَأَعْطَى صَحْفَةَ أُمِّ سَلَمَةَ عَائِشَةَ رواه النسائي في " السنن " 3956 وصححه الألباني في " صحيح النسائي " “Pada saat ia membawa makanan di atas piringnya kepada Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabat beliau, maka Aisyah datang dengan memakai pakaian bawahan tertentu dengan membawa batu sebesar genggaman tangan dan memecahkan sebuah piring, maka Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- mengumpulkan pecahan piring tersebut dan bersabda “Kalian semua silahkan makan, ibu kalian sedang cemburu dua kali”. Kemudian Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- mengambil piringnya Aisyah untuk diberikan kepada Ummu Salamah, dan memberikan piring Ummu Salamah yang pecah kepada Aisyah”. HR. Nasa’i dalam As Sunan 3956 dan dishahihkan oleh Albani dalam Shahih an Nasa’i Dari Nu’man bin Basyir –radhiyallahu anhu- berkata جَاءَ أَبُو بَكْرٍ يَسْتَأْذِنُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَسَمِعَ عَائِشَةَ وَهِيَ رَافِعَةٌ صَوْتَهَا عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَأَذِنَ لَهُ ، فَدَخَلَ ، فَقَالَ يَا ابْنَةَ أُمِّ رُومَانَ وَتَنَاوَلَهَا ، أَتَرْفَعِينَ صَوْتَكِ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ قَالَ فَحَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا ، قَالَ فَلَمَّا خَرَجَ أَبُو بَكْرٍ جَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَقُولُ لَهَا يَتَرَضَّاهَا أَلَا تَرَيْنَ أَنِّي قَدْ حُلْتُ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَكِ . قَالَ ثُمَّ جَاءَ أَبُو بَكْرٍ ، فَاسْتَأْذَنَ عَلَيْهِ ، فَوَجَدَهُ يُضَاحِكُهَا ، قَالَ فَأَذِنَ لَهُ ، فَدَخَلَ ، فَقَالَ لَهُ أَبُو بَكْرٍ يَا رَسُولَ اللهِ أَشْرِكَانِي فِي سِلْمِكُمَا ، كَمَا أَشْرَكْتُمَانِي فِي حَرْبِكُمَا رواه أحمد في " المسند " 30/341-342 وقال المحققون إسناده صحيح على شرط مسلم. “Pada saat Abu Bakar mendatangi Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- meminta izin untuk masuk, dia mendengar Aisyah bersuara keras kepada Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam-, maka beliau mengizinkannya masuk, masuklah Abu Bakar dan berkata Wahai anak perempuan dari Ibu Ruuman dan ia memakannya, apakah kamu mengangkat suaramu di hadapan Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- ?. Maka Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- menjadi penengah antara Aisyah dan ayahandanya, setelah Abu Bakar keluar rumah, maka Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda kepada Aisyah untuk mencari keridhoannya “Tidakkah kamu melihat bahwa saya telah membantu menyelesaikan masalahmu dengan ayahandamu. Kemudian Abu Bakar datang lagi dan meminta izin kepada beliau, maka ia mendapati Rasulullah sedang bercanda dengan Aisyah. Maka beliau mengizinkannya masuk, seraya Abu Bakar berkata “Wahai Rasulullah, sertakan saya dalam kedamaian anda berdua, sebagaimana kalian berdua telah menyertakan saya pada perselisihan anda berdua”. HR. Ahmad dalam Al Musnad 30/341-342, Para pentahqiq berkata “Sanadnya hasan sesuai dengan syarat Imam Muslim Maka hendaknya orang-orang yang dengki itu mengambil pelajaran, betapa banyak kasih sayang Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- kepada istrinya Aisyah –radhiyallahu anha- , begitu besar juga cinta beliau kepadanya hingga pada kondisi-kondisi yang keras di hadapan para tamunya ia memecahkan piring makanan di hadapan mereka, seraya beliau mencarikan penyebabnya dengan bersabda غارت أمكم “ibu kalian sedang cemburu”. Bukankah rasa cemburu itu yang menjadi penyebab Aisyah –radhiyallahu anha- ikut keluar rumah di belakang Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- dari rumahnya pada malam tersebut, karena ia mengira bahwa beliau keluar akan menemui para istri beliau yang lain, semua itu tidak menjadikan beliau –shallallahu alaihi wa sallam- berlaku kasar kepadanya dengan memukul dengan pukulan yang menyakitkan yang banyak terjadi pada suami biasa. Keenam Jika “al Lahdah” dorongan/tepukan itu berarti pukulan sebenarnya dengan keras, maka Aisyah –radhiyallahu anha- akan menangis karenanya sebagaimana para gadis yang sebaya dengannya dan akan memperlihatkan rasa sakitnya dan akan mengingkarinya, akan tetapi dia tidak melakukannya, akan tetapi dia segera melanjutkan pembicaraannya bersama Nabi –shallallahhu alaihi wa sallam- dan bertanya dengan penuh kesopanan tentang dzikir yang disunnahkan pada saat ziarah kubur, maka hal itu menunjukkan bahwa dorongan/tepukan tersebut tidak lain kecuali merupakan pendidikan dan peringatan semata, dan bahwa Aisyah –radhiyallahu anha- tidak merasakan kecuali rasa sakit yang paling ringan yang hal itu selalu dicari-cari oleh mereka para pencela Nabi –shallallahu alaihi wa sallam-. Ketujuh Kemudian kami juga berpendapat Jika seorang suami memukul istrinya –jika sebatas pukulan biasa tanpa ada unsur merendahkan dan penghinaan dan hal itu memang dibutuhkan- maka hal itu dibolehkan oleh al Qur’an al Karim الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا النساء/34. “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain wanita, dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta`at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta`atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”. QS. An Nisa’ 34 Aisyah –radhiyallahu anha- telah berbuat kesalahan karena keluar rumah tanpa seizin dari suaminya –shallallahu alaihi wa sallam- namun alasannya karena untuk mengikuti suaminya, dan bahwa ia merasa tenang dengan berada didekat beliau, beliau pun mengetahui keberadaan istrinya. Akan tetapi perilaku Aisyah adalah sebuah kesalahan, namun bersamaan itu Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- tidak menggunakan apa yang dibolehkan al Qur’an al Karim memukulnya dengan pukulan yang ringan, kalau saja beliau menggunakannya maka hal itu masih dianggap wajar. Menjadi hak beliau untuk memberikan sangsi pada sebuah kesalahan, sebagaimana Nabi Musa –alaihis salam- memegang rambut kepala saudaranya Nabi Harun sambil menariknya ke arahnya. Akan tetapi Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- menggunakan dorongan pada dada istrinya disertai peringatan Alloh –azza wa jalla-, tentu yang demikian itu termasuk kesempurnaan akhlak beliau –shallallahu alaihi wa sallam-. Wallahu a’lam.